Minggu, 22 Januari 2012

DEBAT: Kalah Di El Clasico, Sudah Pantaskah Real Madrid Juara La Liga Spanyol?

Copa del Rey: Real Madrid-Barcelona: Cristiano Ronaldo
Getty
Di tahun yang berbeda, di musim yang baru dan di edisi el Clasico yang lainnya, lagi-lagi Real Madrid belum bisa meruntuhkan hegemoni Barcelona. Yang terbaru, tentu saja di laga Copa del Rey kemarin yang (lagi) berakhir dengan kemenangan Barcelona 2-1 atas pasukan Jose Mourinho. Satu pertanyaan besar yang kini mulai mengudara di benak publik: Ada apa dengan Los Blancos versi garapan Mourinho kala bersua dengan armada Josep Guardiola?
Madrid seperti terkena sindrom deja-vu ketika bertarung dengan Lionel Messi cs. Sempat lebih dulu memimpin melalui gol Cristiano Ronaldo, namun pada akhirnya gawang Madrid bobol juga oleh aksi Carles Puyol dan Eric Abidal untuk memastikan pesta kemenangan Barca di Santiago Bernabeu. Ini jelas mengingatkan kita pada Clasico di bulan Desember kemarin. Unggul lebih dulu, akan tetapi Barca memberikan kejutan luar biasa di babak kedua.

Lalu bagaimanakah selanjutnya nasib Mourinho? Sekedar kilas balik, mantan pelatih Inter itu didatangkan oleh Madrid dengan diberi misi khusus, yakni menghentikan dominasi Barcelona di La Liga Spanyol maupun di Eropa. Berbekal rajutan treble-winners bersama Inter, pria Portugal itu pun dikontrak untuk menahkodai klub bertabur bintang ini. Namun setelah melewati sembilan bentrokan terakhir di bawah kepelatihannya, tangan dingin Mourinho tak lebih baik dari pelatih-pelatih Madrid sebelumnya. Pertanyaan menarik kemudian muncul: sekalipun Madrid (katakanlah) berhasil mengklaim trofi La Liga, apakah itu cukup untuk menyelamatkan karier Mourinho di Bernabeu? Tentu nilai prestise mengalahkan Barca boleh jadi maknanya lebih krusial bagi para loyalis Los Blancos.

Di serial Clasico jilid pertama Mourinho, sang pelatih harus puas dibuat beribu malu kala timnya diporakporandakan Barca 5-0. Tapi catatan negatif itu paling tidak bisa dibayar ketika Madrid sukses menganjung trofi Copa del Rey pada April tahun lalu. Kendati begitu, Copa, bila dibandingkan dengan gelar La Liga dan Liga Champions, bisa dikatakan berada di kasta ketiga. Yah, Madrid harus rela melihat Barca merebut dua gelar bergengsi itu musim kemarin.

Semestinya, di musim kedua Mourinho menjabat sebagai juru racik Madrid, sekurangnya bisa membuat Barca bungkam. Memang, kini mereka masih menguasai tahta klasemen liga untuk sementara waktu berkat konsistensi melahap musuh-musuh lainnya selain Los Blaugrana. Akan tapi sejauh kita melihat perduelan di antara kedua raksasa Spanyol ini, Mourinho acapkali gigit jari di akhir pertandingan.
Ada perbedaan filosofi yang mencolok | Guardiola dan Mourinho
Mimpi buruk Kampanye 2011/12 bagi Madrid dimulai ketika duel dengan Barca di pentas Spanish Supercopa. Mengantungi performa mengilap selama menjalani pra musim dibanding rivalnya itu, jelas memberi sinyal ancaman pada Barca. Namun, tetap saja pada akhirnya Xavi dkk. berhasil mempersembahkan gelar Supercopa dengan kemenangan agregat 5-4 di dualeg.

Momen tidak manis itu segera dilupakan anak-anak Mourinho, sampai akhirnya kembali mereka bertemu di ajang liga pada Desember lalu di Bernabeu. Di kesempatan ini, selain membawa misi balas dendam, bila Madrid menang mereka sejatinya bakal menutup kesenjangan dengan Barca menjadi sembilan poin. Namun, kendati sempat unggul cepat di detik 22, Madrid kembali harus mengakui superioritas Barca yang menang secara heroik 3-1. Yah, Barca bak momok menakutkan bagi Madrid. Sokongan suara suporter sendiri pun seperti tidak menggambarkan kalau suasana stadion kebanggaan mereka itu angker bagi sang rival abadi.

Kisah yang sama terjadi di laga Clasico terakhir kemarin. Wujud frustrasi terlihat dari pihak Madrid dengan menggemanya cemoohan dari fans mereka sendiri karena menyaksikan tim kesayangannya tak bisa berbuat banyak di kaki Barca.

Di ruangan pers pasca pertandingan, Mourinho mengakui dirinya lah orang yang paling bertanggung jawab atas kekalahan 2-1 itu. Tidak banyak celotehan, gerutu, atau alasan-alasan yang biasa dilontarkan sang juru taktik kala timnya kalah dari Barca. Kali ini Mourinho benar-benar bungkam seribu bahasa. Ia juga mengakui mendengar suara-suara sumbang dari tifosi Madrid lantaran ketidakberdayaan timnya di hadapan Barca.

Saya selalu memiliki sikap percaya diri yang kuat, dan saya tidak berpikir tentang adanya pemecatan. Kontrak selama empat tahun sudah cukup untuk memenangkan gelar, membangun sebuah tim yang kuat untuk sekarang dan di masa yang akan datang.

- Komentar Mourinho sesaat setelah ia diresmikan sebagai pelatih anyar Madrid

Bahkan koran kenamaan Spanyol. Marca, menulis headline mereka dengan judul "Mourinho, Anda tidak akan bisa berbuat banyak". Harian lokal itu juga mempublikasikan sebuah video di mana fans El Real berteriak-teriak meminta pelatih asal Portugal itu untuk segera meletakkan jabatannya.

Mourinho pun berpesan, bagaimanapun hasil negatif yang telah berlalu, segera harus dilupakan dan kembali fokus pada pertandingan liga akhir pekan ini. Target juara liga Spanyol tetap menjadi prioritas sang pelatih. Namun ketika ditanya apakah gelar itu akan membuatnya bahagia tanpa bisa mengalahkan Barca? Mourinho dengan enteng menjawab "Ya, tidak masalah, saya merasa senang-senang saja tuh".

Madrid saat ini masih memimpin perburuan gelar La Liga dengan keunggulan lima poin atas Barca dari 18 pertandingan yang telah dilalui. Meski katakanlah Barca kembali mengalahkan Madrid di perjumpaan liga paruh kedua musim ini, artinya poin si Putih masih unggul dua angka. Leg kedua Copa del Rey pun masih belum bisa diprediksikan bagaimana hasil akhirnya. Namun bila menilik serangkaian catatan di atas, Barca sepertinya masih berada di atas angin. Belum lagi potensi keduanya kembali bertemu di Liga Champions musim ini? Menjadi sebuah episode panjang bagi Mourinho, apalagi bila ia kembali tersandung, entahlah bakal seperti apa perasaan eks juru taktik Chelsea itu.

Ini menjadi tanggung jawab saya, terutama ketika tim mengalami kekalahan. Kemenangan punya banyak pembela, tatapi kekalahan cuma sedikit. Saya sudah lama mengabdi pada sepakbola, dan tentu saya paham dengan situasi seperti ini

- komentar Mourinho selepas ditumbangkan Barca 2-1 kemarin

Mourinho memang sudah jauh-jauh hari mengapungkan target pribadi, yakni menjadi jawara di empat kompetisi liga berbeda setelah di Portugal, Inggris dan Italia. Dan di Spanyol, sang pelatih berharap dapat menggenapkan misi personalnya itu. Dalam beberapa tahun terakhir, Madrid sendiri sudah tak pernah lagi ditangani pelatih berprestasi sebelum masuknya rezim Mourinho. Yang paling terkenang jasanya mungkin Jupp Heynckes yang mengantar Madrid juara Liga Champions 1998, lalu ada Vicente del Bosque yang membukukan sejumlah torehan gelar beberapa tahun berikutnya sebelum dipecat dan masuk era Fabio Capello yang sanggup mempersembahkan gelar La Liga di musim 2006/07 sebelum akhirnya juga diberhentikerjakan.

Bila berbicara era kepemimpinan Capello, pelatih yang satu ini juga boleh dibilang memiliki paham bermain yang sama dengan Mourinho. Mengandalkan permainan pragmatis, dan tidak memiliki gaya serta substansi taktik tersendiri. Gaya bermain seperti ini tidak merefleksikan Madrid sejatinya. Dan apa yang dilakukan Capello ini kembali terulang di bawah komando Mourinho. Tetapi yang perlu digarisbawahi, mungkin fans bakal mentolerir taktik permainan dengan minim penguasaan bola dan cenderung bertahan itu bila saja Madrid selalu mampu mengalahkan Barca secara reguler. Namun kenyataan tidak berbicara demikian.

Masalahnya, penerapan strategi seperti itu selalu kandas kala menghadapi permainan Barca terlepas dari kesuksesan Madrid mengalahkan tim-tim yang lain. Celakanya, Barca malah semakin membabi buta tatkala sistem pragmatis itu dijalankan ketika menghadapi mereka. Jika taktik Madrid dipertahankan seperti ini sampai akhir musim, kemungkinan gelar La Liga bisa-bisa saja menjadi milik mereka, tapi sepertinya trofi tersebut tak lebih dari sekedar kado perpisahan The Special One untuk publik ibu kota. Mungkin para suporter Madrid di pengujung musim akan mempertanyakan satu keraguan besar mereka: gelar La Liga tapi kalah dari Barcelona, apa hebatnya, Madrid?

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | free samples without surveys